Sabtu, 06 November 2010

Dasar-dasar perbankan


Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
                Bank yang melaksanakan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (pasal 1, UU No.7/1992 tentang Perbankan).
          BPR adalah Sebuah lembaga intermediasi yang menghimpun dana dalam bentuk Tabungan dan Deposito dan menyalurkannya dalam bentuk Kredit.
          Usaha BPR:
          Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
          Memberikan kredit
          Menyediakan pembiayaan bagi nasabah
          Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada Bank lain
Usaha yang Tidak Boleh dilakukan BPR
          Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
          Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia)
          Melakukan penyertaan modal dengan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah
          Melakukan usaha perasuransian
          Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR
Definisi
          Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati,tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu;
          Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank;
          Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga; 

Jenis Kredit
          Jenis-jenis kredit sebagai berikut :
        Kredit Modal Kerja
          kredit untuk perorangan atau badan usaha lainnya sebagai tambahan permodalan untuk pengembangan usaha yang telah berjalan.
        Kredit Konsumsi
          kredit yang digunakan untuk membeli sesuatu yang sifatnya konsumtif, seperti membeli rumah atau kendaraan pribadi. Dua kredit konsumsi yang biasanya cukup laris adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan. Tentunya, karena uang itu oleh nasabah akan digunakan untuk tujuan konsumtif, maka risiko bagi bank bahwa nasabahnya tidak mampu membayar pinjamannya akan menjadi lebih besar sehingga pada umumnya suku bunga yang dibebankan kepada nasabah untuk Kredit Konsumsi akan lebih besar ketimbang bunga kredit untuk tujuan usaha.
        Kredit Investasi
          kredit yang diberikan kepada peorangan atau badan yang ditujukan untuk kegiatan produktif, dengan jumlah pinjaman:
          Merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai pembelian barang modal (capital expenditure) yang diperlukan perusahaan untuk menunjang usahanya dengan jangka waktu lebih dari 1 tahun/ jangka panjang, misalkan investasi dalam pembelian aktiva tetap. 

Prinsip Pemberian Kredit
          Konsep 6C, yaitu
        Character (karakter),
        Capacity (kemampuan Pembayaran),
        Collateral (jaminan),
        Capital (modal), dan
        Condition of Economy (situasi dan kondisi),
        Cash Flow (arus kas)

Analisis Kinerja Bank

ANALISIS KINERJA BANK
TUJUAN MATERI :

1. Menjelaskan pengertian analisis rasio likuiditas,
    rentabilitas dan solvabilitas.
2. Menyebutkan dan menjelaskan rasio-rasio dalam
    analisis rasio likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas.
3. Menjelaskan hubungan antara analisis rasio likuiditas,
    rasio rentabilitas dan rasio solvabilitas.

ANALISIS RASIO LIKUIDITAS
�� Analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank
     dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek
      atau kewajiban yang sudah jatuh tempo.
�� Rasio Likuiditas yg sering digunakan untuk menilai
      kinerja suatu bank antara lain:
a. Cash Ratio ( CR )
b. Reserve Requirement ( RR )
c. Loan to deposit ratio ( LDR )
d. Loan to asset ratio ( LAR )
e. Rasio kewajiban bersih Call Money ( NCM )

CASH RATIO
• Untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar
   kembali simpanan nasabah pada saat ditarik dengan
   menggunakan alat-alat likuid yang dimilikinya.
• RUMUS
   CR = Alat likuid x 100%
   kewajiban yang harus segera dibayar
 • Alat Likuid :
   Uang Kas di Bank dan Rekening giro yang disimpan di 
   Bank Indonesia.
RESERVE REQUIREMENT
(LIKUIDITAS WAJIB MINIMUM)
• Merupakan ketentuan bagi setiap bank umum untuk
   menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang
   berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib
   minimum yang berupa rekening giro bank yang
   bersangkutan pada Bank Indonesia.
• Besarnya RR telah mengalami perubahan dari 2%, 3%
   dan terakhir sejak tahun 1997 sebesar 5%.
• Komponen dana pihak ketiga terdiri dari :
  •  Giro
  •  Deposito berjangka
  •  Sertifikat deposito
  •  Tabungan
  •  Kewajiban Jangka Pendek Lainnya
  • Analisa Transaksi

LOAN TO DEPOSIT RATIO
• Menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam
   membayar kembali penarikan dana yang dilakukan
   nasabah dengan mengandalkan kredit yang diberikan
   sebagai sumber likuiditasnya. Rasio antara seluruh
   jml. Kredit yang diberikan bank dengan dana yang
   diterima oleh bank. Semakin tinggi rasio tsb, maka
   makin rendah likuiditas bank tsb.

• RUMUS
   LDR = Juml. Kredit yang diberikan x 100%
   Total dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti


LOAN TO ASSET RATIO
• Merupakan kemampuan bank untuk memenuhi
  permintaan kredit dengan menggunakan total asset
  yang dimiliki bank.
RUMUS
LAR = Jumlah Kredit yang diberikan x 100%
   Jumlah Assets
• Semakin tinggi rasio ini maka tingkat likuiditasnya
   rendah karena jumlah asset yang diperlukan untuk
   membiayai kreditnya makin besar.

RASIO KEWAJIBAN BERSIH
CALL MONEY
• Persentase dari rasio ini menunjukkan besarnya
   kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar atau
   aktiva yang paling likuid dari bank.
• RUMUS
NCM = NET Call Money x 100%
Aktiva Lancar
• Aktiva Lancar : Uang kas, Giro di BI, Sertifikat BI, SBPU
• Semakin kecil rasio ini, maka likuiditas bank ini semakin
   baik karena bank dapat menutup kewajiban antar bank
   dengan alat likuid yang dimilikinya.

ANALISIS RASIO PROFITABILITAS
• Alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat
   efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh
   bank yang bersangkutan
• Analisis rasio profitabilitas suatu bank antara lain :
     a. Return On Asset ( ROA )
     b. Return On Equity ( ROE )
     c. Rasio Biaya Operasional ( OCR )
     d. Net Profit Margin ( NPM )

RETURN ON ASSET
• Untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
   memperoleh keuntungan secara keseluruhan.
• RUMUS
   ROA = Laba Bersih x 100% Total Assets
• Semakin besar ROA suatu bank, maka makin besar
   tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi
   bank dari segi penggunaan assets.

RETURN ON EQUITY
• Untuk mengukur kemampuan bank dalam
   memperoleh keuntungan bersih dikaitkan dengan
   pembayaran dividen.
• RUMUS
  ROE = Laba Bersih x 100% Modal Sendiri
• Semakin besar rasio ini maka makin besar kenaikan
   laba bersih bank yang bersangkutan, selanjutnya akan
   menaikan harga saham bank dan semakin besar pula
   dividen yang diterima investor

RASIO BIAYA OPERASIONAL
• Untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank
   melakukan kegiatan operasinya.
• RUMUS
   OCR = Biaya Operasional x 100% Pendapatan Operasional
• Biaya operasional diperoleh dari COLF ( Cost of
   Loanable fund)
• Pendapatan Operasionl diperoleh dari jasa pemberian
   kredit bank (Bunga pinjaman, appraisal fee, supervision
  fee, commitment fee, sindication fee, dll).

NET PROFIT MARGIN RATIO
• Rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan yang
  diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan
   yang diterima dari kegiatan operasionalnya.
• RUMUS
   NPM = Laba Bersih x 100%Pendapatan Operasional
• Pendapatan Operasional berasal dari pemberian kredit
   dengan resiko kredit macet, selisih kurs valas jika
    kredit dalam valas dll.

ANALISIS RASIO SOLVABILITAS
• Untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi
   kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank
   untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi
   likuidasi bank.
• Rasio yang digunakan pada analisis solvabilitas
   adalah :
a. Capital adequacy ratio (CAR)
b. Debt to Equity ratio
c. Long Term debt to assets ratio

CAPITAL ADEQUACY RATIO
• Untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank
   untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
   menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan.
• RUMUS
   CAR = Modal Bank x 100% Aktiva tertimbang menurut resiko

Modal Inti : Modal disetor, cadangan, laba ditahan,
  agio saham dll
• Modal Pelengkap : Berasal dari cad. Revaluasi AT
      (selisih penilaian kembali AT dengan persetujuan
       dirjen pajak), Cad. Penghapusan Aktiva yang
       diklasifikasikan (cad. Yang dibentuk dengan cara
       membebani lap. R/L tahun berjalan), modal kuasi
     /capital instrument (warkat yang memiliki sifat seperti
     modal), pinjaman subordinasi (pinjaman antar bank
     dengan persetujuan BI dengan jangka waktu min. 5
     tahun dan bila pelunasan sebelum jatuh tempo harus
      persetujuan BI).


DEBT TO EQUITY RATIO
• Untuk mengukur kemampuan bank untuk menutup
   sebagian atau seluruh hutang-hutangnya dengan dana
   yang berasal dari modal sendiri.
• RUMUS
   DTE = Jumlah Hutang x 100% Jumlah Modal Sendiri
• Semakin tinggi rasio ini, maka semakin kecil
   kemampuan membayar hutangnya dari modal sendiri.


LONG TERM DEBT TO
ASSETS RATIO
• Untuk mengukur seberapa jauh nilai seluruh aktiva
  bank dibiayai atau dananya diperoleh dari sumber
  hutang jangka panjang
• RUMUS
  LTDTA = Hutang Jangka Panjang x 100% Total Assets
• Hutang jangka panjang berasal dari dana pinjaman
  dari bank lain, simpanan masyarakat diatas 1 tahun,
   Pinjaman LN, investasi dari investor.
• Semakin besar rasio ini, maka makin kecil
    kemampuan untuk membayar hutang dari aktiva

Jumat, 05 November 2010

Upah Lembur

 

Mengapa Upah Lembur dihitung dari 1/173 upah sebulan ?

Asumsinya seperti ini :
Dalam satu tahun  ada  52 minggu
Jadi dalam 1 bulan =  52/12  = 4,333333  minggu.

Total jam kerja/minggu = 40 jam
Jadi  Total jam kerja dalam 1 bulan =  40 X 4,33  =  173,33 dibulatkan menjadi 173 jam
makaƂ  untuk menghitung upah per jam yaitu upah perbulan / 173

 
1.    Perhitungan upah lembur berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 72 tahun 1984 tentang “Dasar Perhitungan Upah Lembur”, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    Kerja lembur yang dilakukan pada hari kerja biasa :
i.    Untuk jam kerja lembur pertama, perhitungan Upah lembur adalah 1,5 (satu setengah) x tarif lembur satu jam.

ii.  Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya, perhitungan upah lembur adalah 2 (dua) x tarif lembur satu jam x total jam
.
b.   Kerja lembur yang dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/ atau hari raya resmi :
i.   Untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu, perhitungan Upah Lembur adalah 2 (dua) x tarif lembur satu jam x total jam.

ii.  Untuk jam kerja pertama terhitung setelah 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam tersebut dalam sub (i) tersebut diatas, perhitungan Upah Lembur adalah 3 (tiga) x tarif lembur satu jam.

iii. Untuk jam kerja kedua terhitung sejak jam kerja pertama tersebut dalam sub (ii) diatas, perhitungan Upah Lembur adalah 4 (empat) x tarif lembur satu jam x total jam.

  c. Perhitungan tarif lembur.
i.      Pekerja Bulanan


 
  1/173 x upah sebulan
 




ii. Pekerja Harian


  3/20 x upah sebulan
 




iii. Pekerja Borongan



  1/7x upah sebulan
 









Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010

Sesuai dengan peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 167 tahun 2009, ditetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2010 di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebesar Rp 1.118.009 / bulan

Contoh Menghitung Pajak


Contoh Perhitungan tahun 2010 :
Misal : Si Ali adalah karyawan PT. XYZ dengan status kawin dan anak 3, gaji sebulan Rp. 30.000.000 pada Januari , PT. XYZ juga membayar Jamsostek, maka cara perhitungan PPh 21 sebulan adalah sebagai berikut :
Gaji Sebulan :
Gaji pokok : ................Rp. 30.000.000,-
Tunjangan kesehatan Rp. ..1.000.000,-
Lain-lain ......................Rp. 11.368.683,-
Jamsostek(JK+JKK) .Rp..... 162.000,-
----------------------------------------------------
...Total .........................Rp.42.530.683,-
dikurangi :
.....JHT..........................Rp..... 600.000,- ( 2 % dari gaji pokok )
Total Pendapatan sebulan : Rp. 41.930.683
PPh 21 atas Gaji
Pendapatan setahun ( Rp. 41.930.683 x 12 )..................... .....Rp. 503.168.196,-
dikurangin biaya jabatan setahun maksimum RP. 6.000.000, ...Rp......6.000.000,-
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
...................................Penghasilan Netto ....................................Rp.497.168.196,-
PTKP setahun :
Wajib Pajak sendiri ......RP. 15.840.000,-
Kawin .............................Rp.....1.320.000,-
Anak (3 x 1.320.000)....Rp......3.960.000,-
----------------------------------------------------------------
Total PTKP .................................................................................. Rp...21.120.000,-
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
......Penghasilan kena Pajak Setahun ........................................Rp.476.048.196,-
......Pembulatan seribu kebawah.................................................Rp.476.048.000,-
PPh terhutang 5 % x 50.000.000= Rp. ...2.500.000,-
......................15% x 200.000.000=.Rp. 30.000.000,-
.......................25%x 226.048.000= Rp. 56.512.000,-
-----------------------------------------------------------------------
TOTAL Pajak setahun ....................Rp.89.012.000,-

Pajak sebulan 89.012.000 / 12 bulan = Rp. 7.417.666

Catatan : apabila tanggal pengukuhan NPWP dan Nomor NPWP tidak diisi, maka pajak terhitung akan di tambah 20% , dari contoh diatas apabila karyawan tersebut belum ada NPWP maka pajaknya akan menjadi Rp. 8.901.199


Jaminan Fidusia



PP No.86/2000 -Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia
Keppres No.139/2000 - Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
  1. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan dadanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan;
  2. bahwa jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif;
  3. bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran fidusia;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Jaminan fidusia.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG JAMINAN FIDUSIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
2. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
3. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.
4. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.
5. Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
6. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.
7. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen.
8. Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.
9. Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang.
10. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani Benda dengan Jaminan Fidusia.
Pasal 3
Undang-undang ini tidak berlaku terhadap :
a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar;
b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih;
c. Hipotek atas pesawat terbang; dan
d. Gadai.
BAB III
PEMBEBANAN, PENDAFTARAN, PENGALIHAN, DAN HAPUSNYA JAMINAN FIDUSIA
Bagian Pertama
Pembebanan Jaminan Fidusia
Pasal 4
Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dan suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.
Pasal 5
(1) Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia.
(2) Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sekurang-kurangnya memuat :
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
b. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
c. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
d. nilai penjaminan; dan
e. nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Pasal 7
Utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat berupa:
a. utang yang telah ada;
b. utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu; atau
c. utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.
Pasal 8
Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dan Penerima Fidusia tersebut.
Pasal 9
(1) Jaminan Fidusia dapat memberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
(2) Pembebanan jaminan atas Benda atau piutang yang diperoleh kemudian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri.
Pasal 10
Kecuali diperjanjikan lain:
a. Jaminan Fidusia meliputi hasil dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
b. Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia diasuransikan.
Bagian Kedua
Pendaftaran Jaminan Fidusia
Pasal 11
(1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
(2) Dalam hal Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.
Pasal 12
(1) Pendaftanan Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
(2) Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didinikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 13
(1) Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia.
(2) Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat :
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
b. tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang memuat akta Jaminan Fidusia;
c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
d. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
e. nilai penjaminan; dan
f. nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
(3) Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
(3) Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.
Pasal 15
(1) Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Pasal 16
(1) Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Penerima Fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
(2) Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam buku Daftar Fidusia dan menerbitkan Pernyataan Perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dan Sertifikat Jaminan Fidusia.
Pasal 17
Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar.
Pasal 18
Segala keterangan mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum.
Bagian Ketiga
Pengalihan Jaminan Fidusia
Pasal 19
(1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia kepada kreditor baru.
(2) Beralihnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh kreditor baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pasal 20
Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Pasal 21
(1) Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia demgan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, apabila telah terjadi cidera janji oleh debitor dan atau Pemberi Fidusia pihak ketiga.
(3) Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan objek yang setara.
(4) Dalam hal Pemberi Fidusia cidera janji, maka hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi hukum menjadi objek Jaminan Fidusia pengganti dan objek Jaminan Fidusia yang dialihkan.
Pasal 22
Pembeli benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang merupakan benda persediaan bebas dari tuntutan meskipun pembeli tersebut mengetahui tentang adanya Jaminan Fidusia itu, dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan Benda tersebut sesuai dengan harga pasar.
Pasal 23
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, apabila Penerima Fidusia setuju bahwa Pemberi Fidusia dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur, atau mengalihkan Benda atau hasil dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, atau menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang, maka persetujuan tersebut tidak berarti bahwa Penerima Fidusia melepaskan Jaminan Fidusia.
(2) Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.
Pasal 24
Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul dan hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Bagian Keempat
Hapusnya Jaminan Fidusia
Pasal 25
(1) Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut :
a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
b. pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
c. musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
(2) Musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b.
(3) Penerima Fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut.
Pasal 26
(1) Dengan hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan Fidusia dan Buku Daftar Fidusia.
(2) Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan Sertifikat Jaininan Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.
BAB IV
HAK MENDAHULU
Pasal 27
(1) Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya.
(2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.
(3) Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia.
Pasal 28
Apabila atas Benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia yang lebih dari 1(satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
BAB V
EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA
Pasal 29
(1) Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara :
a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-pibak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.
Pasal 30
Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.
Pasal 31
Dalam hal Benda yang menjadi objek Jamiman Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 32
Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31, batal demi hukum.
Pasal 33
Setiap janji yang memberi kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk memiliki Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia apabila debitor cidera janji, batal demi hukum.
Pasal 34
(1) Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia.
(2) Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang debitor tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 36
Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta) rupiah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
(1) Pembebanan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah ada sebelum berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
(2) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak berdirinya Kantor Pendaftaran Fidusia, semua perjanjian Jaminan Fidusia harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ketentuan mengenai kewajiban pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(3) Jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilakukan penyesuaian, maka perjanjian Jaminan Fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
Pasal 38
Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan mengenai fidusia tetap berlaku sampai dengan dicabut, diganti, atau diperbaharui.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Kantor Pendaftanan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dibentuk dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-undang ini diundangkan.
Pasal 40
Undang-undang ini disebut Undang-undang Fidusia.
Pasal 41
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BACHRUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA.
ttd
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 168

PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
I.               UMUM
1.              Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD1945. dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan,para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam.
2.              Selama ini, kegiatan pinjam meminjam dengan menggunakan hak tanggungan atau hak jaminan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah dan credietverband.
Di samping itu, hak jaminan lainnya yang banyak digunakan dewasa ini adalah Gadai, Hipotek selain tanah,dan Jaminan Fidusia. Undang-undang yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia adalah pasal 15 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.
Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana,mudah, dan cepat, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum.
Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia untuk menguasai Benda yang dijaminkan,untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia. Pada awalnya, Benda yang menjadi obyek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, benda yang menjadi obyek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak.
3.              Undang-undang ini, dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan.
Seperti telah dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi Pemberi Fidusia. Namun sebaliknya karena Jaminan Fidusia tidak didaftarkan, kurang menjamin kepentingan pihak yang menerima fidusia, Pemberi Fidusia mungkin saja menjaminkan benda yang telah dibebani dengan fidusia kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Penerima Fidusia.
Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan,piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-undang ini obyek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yang luas yaitu benda bergerak yang berwujud maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak Tanggungan.
Dalam Undang-undang ini,diatur tentang pendaftaran Jaminan Fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain Karena Jaminan Fidusia memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan,maka diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang ini dapat memberikan jaminan kepada pihak Penerima Fidusia dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap Benda tersebut.
II.             PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Huruf a
Berdasarkan ketentuan ini,bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak tanggungan,dapat dijadikan obyek Jaminan Fidusia.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Pasal 4
Yang dimaksud dengan " prestasi" dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.
Pasal 5
Ayat (1)
Dalam akta jaminan fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam)pembuatan akta tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Huruf a
Yang dimaksud dengan"identitas" dalam Pasal ini adalah meliputi nama lengkap, agama,tempat tinggal, atau tempat kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin,status perkawinan, dan pekerjaan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan"data perjanjian pokok" adalah mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia.
Huruf c
Uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan Benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya.
Dalam hal Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portfolio perusahaan efek, maka dalam akta Jaminan Fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari Benda tersebut.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Utang yang akan timbul dikemudian hari yang dikenal dengan istilah "kontinjen", misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan garansi bank.
Huruf c
Utang yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah utang bunga atas pinjaman pokok dan biaya lainnya yang jumlahnya dapat ditentukan kemudian.
Pasal 8
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberian fidusia kepada lebih dari satu Penerima Fidusia dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
Yang dimaksud dengan"kuasa" adalah orang yang mendapat kuasa khusus dari Penerima Fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan Fidusia dari Pemberi Fidusia.
Yang dianggap dimaksud dengan "wakil" adalah orang yang secara hukum dianggap mewakili Penerima Fidusia dalam penerimaan Jaminan Fidusia, misalnya, Wali amanat dalam mewakili kepentingan pemegang obligasi.
Pasal 9
Ketentuan dalam Pasal ini penting dipandang dari segi komersial. Ketentuan ini secara tegas membolehkan Jaminan Fidusia mencakup Benda yang diperoleh di kemudian hari. Hal ini menunjukkan Undang-undang ini menjamin fleksibilitas yang berkenaan dengan hal ihwal Benda yang dapat dibebani Jaminan Fidusia bagi pelunasan utang.
Pasal 10
Huruf a
Yang dimaksud dengan"hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia" adalah segala sesuatu yang diperoleh dari Benda yang dibebani Jaminan Fidusia.
Huruf b
Ketentuan dalam huruf b ini dimaksudkan untuk menegaskan apabila Benda itu diasuransikan, maka klaim asuransi tersebut merupakan hak penerima Fidusia.
Pasal 11
Pendaftaran Benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan Pemberi Fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai Benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia
Pasal 12
Kantor Pendaftaran Fidusia merupakan bagian dalam lingkungan Departemen Kehakiman dan bukan institusi yang mandiri atau unit pelaksana teknis.
Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan untuk pertama kali di Jakarta dan secara bertahap, sesuai dengan keperluan, di ibukota propinsi di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Dalam hal Kantor Pendaftaran Fidusia belum didirikan di tiap daerah Tingkat II maka wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di ibukota propinsi meliputi seluruh daerah Tingkat II yang berada di lingkungan wilayahnya.
Pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah Tingkat II, dapat disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2).
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini tidak mengurangi berlakunya Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bagi pengalihan piutang atas nama dan kebendaan tidak berwujud lainnya.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan "kekuatan eksekutorial" adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
Ayat (3)
Salah satu ciri Jaminan Fidusia adalah kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya yaitu apabila pihak Pemberi Fidusia cidera janji. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini dipandang perlu diatur secara khusus tentang eksekusi Jaminan Fidusia melalui lembaga parate eksekusi.
Pasal 16
Ayat (1)
Perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, harus diberitahukan kepada para pihak. Perubahan ini tidak perlu dilakukan dengan akta notaris dalam rangka efisiensi untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Fidusia ulang oleh Pemberi Fidusia, baik debitor maupun penjaminan pihak ketiga, tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia karena hak kepemilikan atas Benda tersebut telah beralih kepada Penerima Fidusia.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
"Pengalihan hak atas piutang" dalam ketentuan ini, dikenal dengan istilah "cessie"yakni pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan. Dengan adanya cessie ini, maka segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia lama beraih kepada Penerima Fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan kepada Pemberi Fidusia.
Pasal 20
Ketentuan ini mengikuti prinsip "droit de suite" yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan(in rem).
Pasal 21
Ketentuan ini menegaskan kembali bahwa Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Namun demikian untuk menjaga kepentingan Penerima Fidusia, maka Benda yang dialihkan wajib diganti dengan obyek yang setara.
Yang dimaksudkan dengan"mengalihkan" antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya.
Yang dimaksud dengan"setara" tidak hanya nilainya tetapi juga jenisnya. Yang dimaksud dengan "cidera janji" adalah tidak memenuhi prestasi baik yang berdasarkan perjanjian pokok, perjanjian Jaminan Fidusia, maupun perjanjian jaminan lainnya.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan"harga pasar" adalah harga yang wajar yang berlaku di pasar pada saat penjualan Benda tersebut, sehingga tidak mengesankan adanya penipuan dari pihak Pemberi Fidusia dalam melakukan penjualan Benda tersebut.
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan"menggabungkan" adalah penyatuan bagian-bagian dari Benda tersebut.
Yang dimaksud dengan"mencampur" adalah penyatuan Benda yang sepadan dengan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan"benda yang tidak merupakan benda persediaan", misalnya mesin produksi, mobil pribadi, atau rumah pribadi yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)
Sesuai dengan sifat ikutan dari Jaminan Fidusia, maka adanya Jaminan Fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya utang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya Jaminan Fidusia yang bersangkutan menjadi hapus.
Yang dimaksud dengan"hapusnya utang" antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat kreditor.
Ayat (2)
Dalam hal Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia musnah dan Benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti obyek Jaminan Fidusia tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini berhubungan dengan ketentuan bahwa Jaminan Fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu, ketentuan bahwa Undang-undang tentang Kepailitan menentukan bahwa Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berada di luar kepailitan dan atau likuidasi.

Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.
Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Berdasarkan ketentuan ayat ini, maka perjanjian Jaminan Fidusia yang tidak didaftar tidak mempunyai hak yang didahulukan (preferen) baik di dalam maupun di luar kepailitan dan atau likuidasi.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3889