Sabtu, 29 Oktober 2011

usaha industri roti

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
USAHA INDUSTRI ROTI
BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 1
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2
a. Latar Belakang ..................................................................................................... 2
b. Tujuan .................................................................................................................... 3
2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ..... 4
a. Organisasi ............................................................................................................. 4
b. Pola Kerjasama .................................................................................................... 6a...
c. Penyiapan Proyek ................................................................................................ 7
d. Mekanisme Proyek .............................................................................................. 8
e. Perjanjian Kerjasama ......................................................................................... 9
3. Aspek Pemasaran ................................ ................................ ....... 11
a. Analisa Permintaan dan Penawaran.............................................................. 11
b. Saluran Pemasaran ........................................................................................... 12
c. Harga dan Cara Pembayaran .......................................................................... 13
d. Promosi ................................................................................................................ 13
4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 15
a. Bahan Baku......................................................................................................... 15
b. Sarana dan Fasilitas Usaha ............................................................................. 15
c. Proses Produksi .................................................................................................. 16
d. Tenaga Kerja ...................................................................................................... 17
5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 19
a. Biaya dan Sumber Dana .................................................................................. 19
b. Proyeksi Laba Rugi ............................................................................................ 19
c. Proyeksi Arus Kas .............................................................................................. 20
d. Analisa Kriteria Investasi ................................................................................. 20
e. Analisa Sensitivitas ........................................................................................... 21
f. Jaminan Kredit .................................................................................................... 22
6. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 23
7. Kesimpulan ................................ ................................ ................ 24
LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 26
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 2
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Ditengah merosotnya perekonomian Indonesia yang mengakibatkan
banyaknya pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan di perusahaanperusahaan
menengah dan besar, masih terdapat perusahaan yang tetap
bertahan menghadapi gelombang keterpurukan ekonomi. Salah satu jenis
usaha yang mampu bertahan adalah usaha industri roti dan kue kering yang
termasuk golongan industri makanan dari tepung serta usaha pembuatan
kue basah, yang dalam Klafikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) termasuk
golongan industri makanan lainnya. Kedua jenis usaha tersebut termasuk
subsektor industri makanan dan minuman.
Diberbagai kota besar di Pulau Jawa, pada umumnya perusahaan roti dan
kue masih bisa menjalan kan usahanya walaupun dengan mengurangi
volume produksi; bahkan terdapat perusahaan yang mampu
mempertahankan tenaga kerjanya. Demikian pula di bidang industri kue
basah yang sebagian besar di laksanakan baik oleh perorangan maupun
kelompok yang berada dalam sentra industri masih mampu bertahan.
Sebagai contoh di Pasar Senen - Jakarta, setiap malam omset penjualan kue
basah bisa mencapai ratusan juta rupiah yang melibatkan ratusan pedagang
sentra industri kecil. Hal yang sama juga terjadi di kota-kota besar Jawa
Tengah dan Jawa Timur, yang pada dasarnya menunjukkan bahwa dari
usaha ini tercipta lapangan kerja yang cukup banyak yang bergiat dalam
bidang industri dan distribusi.
Jika dikaji lebih lanjut, penyerapan tenaga kerja di subsektor industri
makanan dan minuman, maka golongan usaha industri roti dan kue kering
menempati urutan kedua setelah industri gula. Hal ini menunjukkan bahwa
golongan usaha ini layak digarap oleh pihak perbankan dalam rangka
pengembangan usaha dan juga oleh kalangan pemerintah dalam
peningkatan penciptaan lapangan pekerjaan kerja bagi tenaga kerja yang
tidak tertampung sebagai pegawai negeri atau di sektor usaha lainnya.
Pemberian kredit untuk pengembangan usaha ini cukup prospektif dan aman
bagi perbankan, terlebih dengan di kembangkan pola kemitraan terpadu
diantara pebisnis di bidang ini, seperti Asosiasi Pedagang Telur- Asosiasi
Peternak Ayam Petelur - Bulog/Dolog - Perusahaan Roti & Kue -
Distributor/Agen Roti - Pedagang Enceran Roti - Koperasi.
Hubungan dagang di antara pebisnis tersebut selama ini telah berjalan
informal tanpa kendala yang berarti.
Untuk lebih meningkatkan manfaat penggunaan kredit perbankan, maka
hubungan tersebut dapat di sempurnakan melalui pola kerja sama kemitraan
terpadu di mana masing-masing pihak terkait dalam suatu Nota Kesepakatan
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 3
yang memuat tentang hak dan kewajiban. Pola kemitraan ini akan dibahas
lebih lanjut, dengan sumber informasi yang di gali berdasarkan pengamatan
empiris terutama di kota-kota besar di Pulau Jawa.
b. Tujuan
Tulisan ini bertujuan memberikan informasi bagi investor atau perbankan
yang sangat diharapkan dapat membantu pengembangan usaha, dan
berminat memberikan kredit atau bekerja sama dalam permodalan usaha.
Dengan adanya bantuan kerja sama modal atau fasilitas kredit, diharapkan
usaha ini semakin meningkat dan lebih banyak menyediakan kesempatan
kerja bagi tenaga kerja di seluruh wilayah Indonesia.
Berbagai faktor yang meliputi potensi pengadaan bahan baku, teknologi
manufaktor, kemungkinan pemasaran dan potensi pasar, tak kalah penting
aspek keuangan serta aspek-aspek lainnya juga dibahas sehingga dapat di
manfaatkan untuk bahan kajian lebih lanjut.
Beberapa model kemitraan dalam usaha ini (seluruhnya 6 model), di
kemukakan sebagai bahan telaah yang dapat di gunakan oleh pihak
berkepentingan terutama pihak perbankan yang akan memberikan kredit
untuk diadaptasi atau di sempurnakan sehingga lebih layak di aplikasikan
dalam praktek.
Akhirnya dengan penulisan Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu
dalam usaha industri roti ini di harapkan dapat di gunakan sebagai :
1. Informasi bagi perbankan tentang model kemitraan terpadu yang
sesuai dan layak di biayai dengan kredit perbankan.
2. Informasi bagi mitra usaha industri roti yang berminat dalam
pengembangan kemitraan usaha dalam hubungan yang saling
menguntungkan.
3. Mendukung peningkatan keanekaragaman produksi pangan, serta
menciptakan lapangan kerja, baik dalam industri maupun distribusi
roti.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 4
2. Kemitraan Terpadu
a. Organisasi
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu
yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan
bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan
dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan
kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling
menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam
meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.
Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri
Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai
kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai
pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi,
bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.
Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang
usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha
kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.
Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan
bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil
dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti
halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti
Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan
Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian
menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan
pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal
sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling
berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.
1. Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk
penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil
yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan
penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan
dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek
usaha.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 5
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang
dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok
tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap
Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan
koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para
petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi
dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua
kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang
waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi
anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan
kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan
kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh
melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus
sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup
baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para
anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran
koperasi primer tidak merupakan keharusan
3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir
Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama
sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan
dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia
membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan
atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan
teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk
keperluan petani plasma/usaha kecil.
Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk
mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan
dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk
diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi
petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil
dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual
kepada Perusahaan Inti.
Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan
pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan
bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan
oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 6
Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang
memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing
petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini
bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada
petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi.
Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin
besar pula honor yang diterimanya.
4. Bank
Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak
Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir
sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal
kerja pembangunan atau perbaikan kebun.
Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek
budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak
bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana
pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat
menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk
pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai
dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya
pendapatan bersih petani yang paling besar.
Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan
mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional
lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian
pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian
kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil
penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan
dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit
dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan
memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang
disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya
potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada
waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.
b. Pola Kerjasama
Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra,
dapat dibuat menurut dua pola yaitu :
a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan
perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/ Pengolahan
Eksportir.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 7
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA
kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai
Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok
tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan
Mitra.
b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui
koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili
anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma
dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah
pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat
dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab
koperasi.
c. Penyiapan Proyek
Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam
proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal
dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan
mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai
dari :
a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi
dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau
lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan
produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri
dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha.
Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 8
pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan
untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/
pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit
(KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;
b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang
bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu
memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses
pemasarannya;
c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha
perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh
kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai
dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak
yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa
dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan
pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan
yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang
diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;
d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para
anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan
di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang
berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk
peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari
perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah
yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam
kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan
persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai
badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling
agent);
e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak
instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan,
Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);
f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini,
harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa
diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas
statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya
kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen
Kehutanan dan Perkebunan.
d. Mekanisme Proyek
Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 9
Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip
bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota
kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak
dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi
dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau
plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke
rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana
produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak
akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah
sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau
koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman
plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU.
Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk
diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya
dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.
e. Perjanjian Kerjasama
Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu
surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian
kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 10
dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu.
Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak
Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai
berikut :
1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra
(inti)
a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan
hasil;
b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana
produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta
pemeliharaan kebun/usaha;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca
panen untuk mencapai mutu yang tinggi;
d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan
e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit
bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam
rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.
2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma
a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;;
b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang
lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pascapanen
untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;
d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang
disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;
e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya
oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak
termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;
f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan
sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen
dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan
g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga
produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu
dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank
dan pembayaran bunganya.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 11
3. Aspek Pemasaran
a. Analisa Permintaan dan Penawaran
Peluang pengembangan usaha industri roti dan kue tidak terlepas dari
analisa permintaan dan penawaran produk tersebut. Kondisi ekonomi makro
serta perubahan dari konteks negara agraris lambat laun menjadi negara
industri/jasa secara signifikan akan mengubah pola kehidupan masyarakat
termasuk di antaranya perubahan pola makan.
Perubahan pola makan ini secara langsung memberikan peluang terbukanya
usaha yang memproduksi berbagai macam makanan subsitusi yang
menggantikan makanan pokok bangsa Indonesia yaitu Nasi atau Sagu.
Umumnya usaha ini akan berkembang di wilayah perkotaan, sekitar daerah
industri, atau daerah pinggiran kota yang populasi penduduknya cukup
padat.
Bangsa Indonesia sejak dekade 1970-an secara lambat tetapi pasti telah
menuju pertumbuhan ekonomi yang mengubah predikat negara miskin
menjadi negara berkembang. Perubahan ini secara pasti juga mengubah
perilaku kerja sebagian besar masyarakat perkotaan dan merembet kepada
masyarakat pedesaan. Perilaku/pola kerja tersebut sangat berpengaruh
terhadap pola makan, di mana masyarakat kita dewasa ini akan agar lebih
praktis dan efisien maka pada pagi dan sore hari seringkali memerlukan
makanan yang mudah di peroleh dan cukup mengandung nutrisi yang di
perlukan tubuh. Makanan tersebut antara lain adalah Roti & Kue.
Roti dan kue sebenarnya sejak jaman penjajahan sudah menjadi alternatif
makanan bagi sebagian kecil penduduk pribumi. Permintaan produk ini
tampak mengalami peningkatan sejak 2 - 3 dasawarsa yang lalu terutama di
daerah perkotaan di Indonesia. Dari tahun ke tahun pemintaan ini terus
meningkat yang di ketahui dari pertumbuhan usaha industri roti dan kue
mulai skala kecil hingga besar. Hanya saja pada saat krisis ekonomi melanda
Indonesia sekitar pertengahan 1997 hingga awal 1999 beberapa perusahaan
tersebut mengurangi volume produksinya.
Sebenarnya pengurangan produksi tersebut di sebabkan peningkatan harga
bahan baku roti yang terlalu drastis sehingga berakibat meningkatnya biaya
produksi dan harga jual produk. Di lain pihak karena krisis itu pula
pendapatan masyarakat menurun drastis akibat terkena pemutusan
hubungan kerja, sehingga sangat mengurangi daya beli.
Secara pasti besarnya permintaan akan produk roti, kue dan sejenisnya sulit
di ketahui mengingat tidak adanya data. Namun data nilai produksi industri
roti dan kue yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik setidaknya menunjukkan
captive market atas produk roti dan kue. Sebagai gambaran di Jawa Tengah
pada tahun 1995 dari 77 unit perusahaan menengah dan besar dalam
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 12
industri roti & kue mampu menghasilkan produk yang terjual dengan nilai
Rp. 141,3 milyar. Kemudian pada tahun 1996 dengan jumlah perusahaan 79
unit (meningkat sekitar 2,8%) menghasilkan produk yang terjual dengan
nilai Rp. 264, 7 milyar. Dari segi nilai jual produk pada tahun 1996
meningkat 87% di bandingkan tahun 1995.
Selanjutnya berdasarkan survei yang dilakukan terhadap beberapa
perusahaan yang diambil secara acak di beberapa kota, sejak terjadi krisis
ekonomi pada medio 1997 hingga awal 1999 mereka melakukan
pengurangan produksi sekitar 30 - 60%. Namun pada pertengahan tahun
1999, mereka menyatakan mulai meningkatkan produksi sesuai dengan
peningkatan permintaan.
Bila situasi politik setelah pemilhan umum semakin membaik, diharapkan
situasi ekonomi akan mengalami perbaikan dan membawa pertumbuhan
ekonomi seperti sedia kala. Sebagai ilustrasi membaiknya ekonomi Indonesia
dapat di ketahui dari indikator antara lain tingkat inflasi bulanan pada awalawal
tahun 1999 di berbagai daerah justru mengarah pada deflasi. Kemudian
menjelang dan sesudah pemilihan umum kurs rupiah terhadap mata uang
asing menunjukkan penguatan, di samping itu suku bungan bank (deposito,
tabungan) juga cenderung menurun.
Ditinjau dari harga bahan baku utama bagi industri roti dan kue, terjadi
penurunan yang cukup drastis, misalnya tepung terigu pada saat krisis
ekonomi mencapai Rp. 110.000,- per bal (25kg), pada pertengahan tahun
1999 menjadi Rp. 62.500, - per bal, walaupun nilai ini 3 kali lipat di
bandingkan harga sebelum krisis ekonomi. Selain itu, volume penyaluran
tepung terigupun terus meningkat sejak 1993 hingga 1996, namun
mengalami penurunan sejak pertengahan 1997.
Untuk mengetahui potensi permintaan atas produk roti dan kue, berdasarkan
data dari Biro Pusat Statistik Jawa Tengah, di peroleh gambaran bahwa
pengeluaran rata-rata perkapitan dalam sebulan untuk makanan yang sudah
jadi pada tahun 1993 adalah Rp. 2.919 dan tahun 1996 menjadi Rp. 5.421.
Secara merata mengalami kenaikkan 18% per tahun. Dengan demikian
permintaan roti pada tahun 1999 di Jawa Tengah di perkirakan
pengembangan usaha industri roti dan kue masih sangat di mungkinkan
untuk daerah lain perlu modifikasi berdasarkan kondisi setempat.
b. Saluran Pemasaran
Seperti telah di paparkan di muka, perusahaan roti dan kue memasarkan
produknya selain langsung kepada konsumen pemakai juga melalui tokto
atau warung dan agen. Sehingga jalur distribusi dari produsen ke konsumen
tidak panjang. Kondisi ini akan mampu memberikan kelonggaran bagi
perusahaan dalam menetapkan harga jual produk.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 13
Kepada toko dan warung, perushaan biasanya memberikan komisi sekitar 5 -
10 persen dari harga jual produk. Sedangkan kepada agen, komisi sekitar 20
persen dari harga jual produk. Pihak wiraniaga / pedagang keliling biasanya
menjual produk dengan mengambil marjin sekitar 10 - 25 persen. Kondisi
semacam itu masih tetap di pertahankan dalam rencana pengembangan ini.
Salah satu kendala yang bisa timbul dari sistem jalur distribusi tersebut
adalah rendahnya loyalitas para wiraniaga. Seringkali, karena tidak adanya
ikatan yang jelas antara produsen atau agen dengan para wira niaga
sesukanya, misalnya meninggalkan kereta dorong di seberang tempat dan
melarikan hasil penjualan barang dagangan. Untuk mengatasi terjadinya halhal
seperti tersebut, maka perlu di buatkan perjanjian tertulis antara
produsen, agen dan wiraniaga tentang hak dan kewajiban masing-masing.
c. Harga dan Cara Pembayaran
Kebijakan harga yang ditempuh perusahaan yaitu dengan menambahkan
imbuhan harga atas harga pokok biasanya sekitar 40 - 70 persen. Harga jual
yang ditetapkan kepada konsumen langsung maupun toko/warung adalah
sama. Dengan demikian pihak toko dan warung memiliki peluang yang sama.
Kemudian perusahaan memberikan komisi sebesar 10% dari harga jual yang
diberikan kepada toko/warung. Adapun cara pembayaran yang selalu
dilakukan oleh para konsumen langsung adalah tunai. Jika dari toko/warung
dengan cara konsinyasi yakni pembayaran di lakukan kalau barang terjual.
Sejak tahun 1992 hingga 1995 harga jual produk selalu tidak ada kenaikan
berarti . Namun sejak tahun 1996 dengan adanya kenaikan harga bahan
baku, harga jual roti juga mengalami kenaikan. Harga produk roti yang
ditawarkan perusahaan berkisar Rp 800 - Rp 3.500/pcs. Untuk memudahkan
analisa digunakan harga jual terendah, yaitu Rp. 800/pcs.
d. Promosi
Kegiatan promosi untuk menunjang keberhasilan penjualan produk roti
selama ini tidak di lakukan oleh perusahaan. Satu-satunya promosi yang di
lakukan hanyalan dalam bentuk kemasan, itupun dengan cara yang sangat
sederhana, yaitu bungkus plastik dengan sablon yang menunjukkan merk
perusahaan, jenis roti dan sebagainya. Dalam rencana pengembangan,
promosi yang dilakukan memperbaiki kemasan yang ada dengan bungkus
yang lebih baik.
Dengan adanya perbaikan kemasan ini produk di harapkan semakin menarik
minat calon pembeli. Selain itu jika di perlukan dapat dilakukan juga promosi
dengan memberikan contoh-contoh kepada calon konsumen seperti hotel,
rumah makan, perkantoran dan sebagainya.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 14
Sarana promosi lainnya bisa di lakukan dengan memberikan merk atau nama
perusahaan di setiap alat sarana penjualan seperti mobil box, kereta gerobag
roti, etalase yang disediakan di setiap toko/warung, dan sebagainya.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 15
4. Aspek Produksi
a. Bahan Baku
Di dalam Proyek Kemitraan Terpadu ini akan dibahas sebuah contoh Model 1
yakni perusahaan industri roti dengan skala usaha kecil yang memiliki unit
produksi, serta 1 unit mobil tox untuk penghantaran produk roti. Kemudian
model ini dikembangkan dengan menambah unit penjualan berupa rombong
dorong, model ini disebut Model 2.
Selanjutnya pada usaha pendistribusian produk roti di kembangkan 4 contoh
model masing-masing menggunakan rombong sepeda/becak ( Model 3 ),
rombong seperda motor (Model 4), mobil-toko ( Model 5 ) dan Gerai Roti
(Model 6) pendistribusian tersebut di kelola oleh Agen yang diikat dalam
suatu bentuk kemitraan usaha.
Secara ringkas, spesifikasi kegiatan masing-masing model adalah sebagai
berikut :
Model 1 : - Industri kecil roti; 1 unit rangkaian produksi
Model 2 : - Industri kecil roti; 1 unit rangkaian produksi; unit penjualan
dengan 1 unit box, dengan 10 unit rombong/gerobak dorong.
Produk utama perusahaan berupa roti berbagai macam bentuk dan jenis.
Produk standar dengan target pasar untuk semua golongan ekonomi.
Kegiatan produksi memerlukan keahlian tersendiri dan dapat dilaksanakan
oleh siapapun, melalui pelatihan dan pembinaan yang cukup.
Bahan baku utama adalah tepung terigu, gula pasir dan telor di beli oleh
perusahaan di pasar umum, distributor/agen atau asosiasi yang berada di
sekitar lokasi pabrik atau dari koperasi yang mewadahi para produsen roti.
Dalam kondisi normal, tidak ada masalah dalam pengadaan bahan bakuini,
sehingga kontiunitas pengadaan bahan baku selalu terjamin. Pembelian
bahan baku sebagian besar di lakukan dengan cara tunai. Harga bahan baku
dari pengalaman sebelumnya selalu berfluktuasi. Untuk kepentingan analia,
di asumsikan kenaikan bahan baku rata-rata 10% per tahun. Sebagian tolak
ukur dipakai harga dasar tahun 1999 sebagai berikut : Tepung terigu Rp.
62.500/bal (25kg); gula pasir Rp.2.500/kg; dan Telur Ayam Rp.400 butir.
Mengingat kenaikan harga masing-masing bahan setiap tahun bervariasi
maka untuk memudahkan analisa keuangan di asumsikan kenaikan harga
bahan baku secara merata sebesar 10%/tahun.
b. Sarana dan Fasilitas Usaha
Pada Model 1 dan Model 2, sarana dan fasilitas produksi yang diperlukan
adalah :
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 16
· Tanah, minimal 150 M2 Untuk Model 1 dan 200 M2 untuk Model 2
· Bangunan, masing-masing seluas 100 dan 150 M2
· Mesin Pengaduk Adonan = 1 unit
· Mesin Pembagi Adonan = 1 unit
· Oven Pembakaran = 1 unit
· Moulder = 1 unit
· Alat/Pisau Pemotong = 1 unit
· Peralatan lain = 1 set
Untuk unit pemasaran atau penjualan diperlukan oleh
· Model 1 : - Mobil Box = 1 unit
· Model 2 : - Mobil Box
- Kereta/Rombong Dorong = 1 unit
Selanjutnya dapat disebutkan dengan fasilitas produksi tersebut, setiap hari
secara normal mampu mengolah sekitar 3 bal tepung terigu menjadikan roti
dalam frekuensi 10 kali pembakaran dengan jumlah mencapai 2.000 unit roti
berbagai jenis.
Mesin-mesin produksi buatan luar negeri yang dapat di pesan dari distributor
di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan seterusnya. Sementara itu
oven buatan dalam negeri dapat dipesan kepada bengkel las atau industri
permesinan di kota-kota besar di Indonesia. Juga untuk sarana penjualan
dapat di pesan secara lokal.
c. Proses Produksi
Secara umum pembuatan roti yang dilakukan terdiri dari peracikan bahan,
pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan dengan oven.
Proses peracikan bahan, dilakukan dengan komposisi bahan yang tepat
sesuai jenis roti yang dihasilkan. Kesalahan dalam penentuan jumlah
masing-masing bahan akan berakibat gagalnya produk yang dihasilkan.
Adapun pembuatan adonan, dilakukan sedemikian rupa dengan alat mixer
atau secara manual. Apabila cara pengolahan yang tidak tepat, waktu juga
kurang atau berlebih maka hasil produknya juga kurang baik.
Semua proses produksi dilaksanakan oleh karyawan dengan pengawasan
langsung oleh pemilik perusahaan. Selanjutnya proses produksi pembuatan
roti secara umum dapat dilihat pada Gambar.7
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 17
Gambar.7 Alur Proses Produksi Roti
d. Tenaga Kerja
Tenaga Kerja dalam industri ini memerlukan keterampilan khusus. Dengan
pengarahan dan pelatihan dari pemilik, mereka di harapkan mampu
melaksanankan tugasnya masing-masing. Oleh karena itu jika diperlukan
tambahan tenaga kerja tidak akan mengalami kesulitan
Untuk setiap model memerlukan tenaga kerja sebagai berikut :
Model 1: - 5 orang di bidang produksi & pembungkusan 1 orang pengemudi
dan 1 orang salesman/wiraniaga.
Model 2: - 5 orang di bidang produksi & pembungkusan 1 orang pengemudi
dan 1 orang salesman; 10 orang untuk wiraniaga/pedagang keliling.
Sistem imbalan dalam pemanfaatan tenaga kerja tersebut berdasarkan Upah
Harian Tetap untuk tenaga produksi. Berarti setiap karyawan yang tidak
bekerja upahnya akan di potong sejumlah hari tidak bekerja.
Untuk pengemudi di berikan Upah Bulanan Tetap, tenaga salesman selain di
beri upah harian tetap juga persentase tertentu dari jumlah produk terjual.
Selanjutnya untuk tenaga wiraniaga/pedagang keliling yang memlilki
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 18
rombong atau mobil-toko mendapatkan imbalan dari margin penjualan roti
sekitar 24%.Sementara untuk agen yang memiliki gerai roti marjin yang
diperoleh yaitu 21%.
Kemudian baik untuk tenaga produksi, pengemudi dan salesman juga diberi
makan 2 kali/hari. Pembayaran upah dilakukan setiap bulan.
Mengingat bakery (roti) yang di jual hanya mempumyai expire date
maksimum 5 (lima) hari, maka untuk menghindari BS (Barang Sisa) yang
cukup tinggi, pihak agen/koperasi dan produsen mengatur estimasi produksi
serta berdasarkan rencana pemasaran dari wiraniaga sebagai berikut :
a. Masing-masing wiraniaga wajib membuat daftar permintaan roti dua
hari sebelum produksi sesuai estimasi dari pesanan konsumen atau
pelanggan serta rata-rata penjualan atau pembawaan perhari
b. Pesanan tersebut oleh masing-masing wiraniaga di serahkan kepada
Kepala Wilayah yang menangani.
c. Kepala Wilayah mengevaluasi permintaan wiraniaga sesuai dengan
penilaian kemampuan dari masing-masing wiraniaga.
d. Kepala Wilayah membuat rekapitulasi permintaan (dari seluruh
wiraniaga yang dibawahnya). Rekapitulasi tersebut oleh Kepala
Wilayah di serahkan kepada Unit Kemitraan Koperasi.
e. Unit Kemitraan Koperasi membuat rekapitulasi seluruh permintaan
Kepala Wilayah di Jawa Timur. Hasil rekapitulasi tersebut merupakan
jumlah pesanan yang wajib di penuhi oleh produsen dua hari
kemudian. Ketentuan tersebut berlaku untuk segala jenis rombong
sedangkan untuk gerai roti (counter), pemesanan dilaksanakan secara
langsung oleh counter ke Unit Kemitraan Koperasi
Catatan :
 Perubahan pesanan dari wiraniaga kepada Kepala Wilayah dan Kepala
Wilayah kepada Unit Kemitraan Koperasi serta selanjutnya kepada
pihak Produsen hanya dapat di revisi satu hari sebelum produksi
 Wiraniaga juga diberikan kebebasan untuk menangani pesananpesanan
besar dari konsumen 1 pelanggan (misal : untuk khitanan,
perkawinan, ulang tahun dll), dimana hasil komisi menjadi hak
wiraniaga yang bersangkutan.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 19
5. Aspek Keuangan
a. Biaya dan Sumber Dana
Data dan asumsi perhitungan yang dipakai tercantum dalam lampiran aspek
keuanagan, di susun sebagai dasar perhitungan analisan biaya dan manfaat
proyek, dengan maksud agar memudahkan pihak lain yang berkepentingan
untuk mengkaji kelayakan proyek.
Asumsi teknis, disesuaikan dengan kebutuhan setiap model sedangkan
asumsi pembiayaan menggunakan harga tahun 1998.
Kebutuhan Biaya Dan Sumber Dana
1. Untuk merealisasikan pelaksanaan rencana proyek ini, secara
keseluruhan di perlukan investasi dan modal kerja sebagai berikut :
Tabel 01. Biaya Proyek Dan Sumber Dananya (Rp)
Uraian Investasi Modal Kerja Jumlah
Model 1 :
- Dana Sendiiri
- Kredit
- Jumlah
62.5000.000
92.000.000
154.500.000
23.313.000
0
23.313.000
85.813.000
92.000.000
177.813.000
Model 2 :
- Dana Sendiiri
- Kredit
- Jumlah
85.000.000
100.000.000
185.000.000
24.853.000
0
24.853.000
109.853.000
100.000.000
209.853.000
2. Dari tabel di atas dapat dilihat, bahwa rencana sumber pembiayaan
proyek ini bervariasi, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
Adapun kebutuhan kredit berkisar antara 58% hingga 80% dari
kebutuhan msing-masing proyek.
b. Proyeksi Laba Rugi
1. Proyeksi laba-rugi ini, didasarkan pada hasil penjualan dengan harga
terendah pada tahun 1999. Di dalamnya telah mempertimbangkan
kemungkinan Barang Sisa (BS) yang tidak terjual serta bonus dari
hasil penjualan yang melampaui target bulanan.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 20
2. Dalam sisi pembiayaan telah di masukkan gaji pengelola ke dalam
struktur biaya produksi. Dengan demikian analisa di bawah ini
merupakan laba-rugi bersih.
Tabel 02. Laba - Rugi Rata-rata (Rp)
Uraian Penghasilan Biaya Laba (rugi)
Model 1 :
-Bulanan
-Tahunan
50.286.488
603.437.852
42.640.936
511.691.236
6.498.719
77.984.624
Model 2 :
-Bulanan
-Tahunan
50.286.483
603.437.852
39.419.616
473.035.397
9.236.841
110.842.087
3. Dari tabel diatas, tampaklah bahwa laba bersih usaha ini berkisar dari
Rp. 6.498.719/bulan hingga Rp. 9.236.841. per bulan.Bagi individu
pengusaha, penghasilannya akan ditambah dengan gaji sebagai
pengelola (minimum Rp. 350.000/bulan), nilai penyusutan serta
kemungkinan memanfaatkan tenaga kerja keluarga.
c. Proyeksi Arus Kas
1. Proyeksi arus kas proyek ini dapat dilihat lampiran
2. Dengan asumsi kredit yang disetujui seperti yang diusulkan pada MKPKT
ini, dan dengan menggunakan suku bunga 24%/tahun, maka
proyeksi arus kas tersebut dapat digambarkan :
o Setiap tahun selau menunjukkan "surplus"
o Angsuran pokok dapat di lakukan pada setiap bulan bahkan,
secara teknis penagihan akan dilakukan secara harian
o Untuk proyek industri, bunga dan pokok kredit dapat dilunasi
dalam jangka waktu 5 tahun. Sedangkan, hal yang sama untuk
model distribusi dapat di lunasi dalam jangka waktu 3 tahun.
d. Analisa Kriteria Investasi
1. Berdasarkan penilaian yang lazim atas pelaksanaan investasi proyek
ini diperoleh gambaran seperti tampak pada Tabel 03.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 21
Tabel 03.
Analisa Kriteria Investasi
Uraian Model 1
Model 2
Net Present Value ( Rp. 000) 118.159 180.737
Internal Rate of Return (%) 50,28 57,00
Pay Back Period (Bulan ) 25 28
B/C Ratio 3,2 3,58
2. Dari tabel di atas, tampaklah bahwa berdasarkan kriteria investasi
keseleruhan model memberikan hasil Net present value (NPV)
seluruhnya positif; BC ratio di atas 1,0; Internal Rate of Return (IRR)
diatas tingkat bunga bank normal.
3. Dengan demikian, secara umum di tinjau dari aspek keuangan, semua
model yang dikembangkan menunjukkan kelayakan untuk
dilaksanakan sepanjang mengikuti asumsi dalam analisa
kelayakannya.
e. Analisa Sensitivitas
1. Dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya penurunan harga
dan omset penjualan, hingga di peroleh harga minimal untuk setiap
produk, maka di peroleh gambaran analisis sensitivitas seperti tampak
pada Tabel 04.
Tabel 04.
Analisa Kriteria Investasi, Dengan Harga Jual/Omset Minimum.
Uraian
NPV
(Rp.000)
IRR (%)
Pay-back
(bulan)
B/C Ratio
Model 1 (Harga Jual : turun
5%
38.619 33,07% 46 2,35
Model 2 (Harga Jual : turun
10%
21.657 28,00% 18 2,14
2. Dari tabel diatas, untuk industri roti, agar bisa menghasilkan tingkat
bunga minimum 24%, maka harga jual roti minimum berkisar antara
Rp/ 690/pcs hingga Rp. 718/pcs. Sedangkan paay-back period proyek
minimum 18 bulan, dan maksimum 46 bulan.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 22
3. Dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kenaikan harga
bahan baku utama (terigu, gula dan telur), maka studi ini juga
membuat analisa sensitivitas untuk Model 1 dan Model 2. Dengan
asumsi harga jual secara konsisten seperti dalam kajian di atas, tetapi
dengan harga bahan baku meningkat 10% maka di peroleh gambaran
analisa sensitivitas seperti tampak pada Tabel 05.
Tabel 05.
Analisa Kriteria Investasi, Dengan Kenaikan Harga Bahan Baku 10%
Uraian
NPV
(Rp.000)
IRR
(%)
Pay-back
(bulan)
B/C
Ratio
Model 1: harga naik
10%
41.546 34,00 47,5 2,38
Model 2: harga naik
10%
104.235 44,00 22 2,89
f. Jaminan Kredit
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan nomor 7 tahun 1992, jaminan kredit
berupa jaminan pokok (semua asset yang terkait dengan proyek) dan
jaminan tambahan (asset dan tabungan anggota/koperasi yang bersedia di
jaminkan yang perlu di inventarisasi oleh agen atau pengurus koperasi).
Selain itu, perlu disiapikan jaminan pengganti yang dapat di serahkan
kepada bank adalah sebagai berikut :
 Tanggung rentang kelompok. Anggota kelompok sepakat dan berjanji
secara tertulis bahwa pengembalian kredit masing-masing anggota di
jamin oleh kelompok secara bersama apabila salah satu atau beberapa
anggota tidak dapat melunasi kreditnya kepada bank.
 Jaminan berupa tabungan baku. Anggota pemohon kredit ini dapat
menabung sebagian dari kelebihan dana mereka kepada bank yang
akan menjadi jaminan kredit dalam bentuk tabungan beku. Tabungan
beku ini mempunyai fungsi ganda yaitu untuk jaminan kelangsungan
proses pemberian dan pengembalian kredit antara anggota dengan
bank maupun untuk pemupukan modal peserta proyek.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 23
6. Aspek Sosial Ekonomi
Dengan direalisasikannya proyek ini di harapkan akan memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Secara langsung produk yang dihasilkan dapat menambah
penganekaragaman makanan pokok nasi atau sagu.
2. Pengembangan proyek ini akan meningkatkan pendapatan pelaku
bisnis yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan
keluarga
a. Untuk usaha industri, dengan kredit antara Rp. 92,0 juta hingga
Rp. 100, 0 juta selama tiga tahun, akan dapat menumbuhkan
modal usaha berkisar dari Rp. 239,0 juta hingga Rp. 326,0 juta
b. Pemupukan modal tersebut telah memperhitungkan
pengeluaran untuk biaya hidup keluarga, dengan telah
dimasukkannya komponen gaji sebagai pengelola usaha yang
berkisar dari Rp. 420,0 ribu hingga 1,5 juta per bulan.
3. Selain itu, proyek ini dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja,
berupa tenaga buruh dan atau tenaga kerja keluarga, serta wiraniaga.
4. Secara lebih luas proyek ini akan memberikan dampak positif terhadap
peningkatan aktivitas perekonomian daerah setempat, bagi pengusaha
hulu dan hilir serta penduduk sekitarnya, antara lain usaha
percetakan, peternakan ayam petelur, angkutan barang dan
penumpang, pedagang pengumpul, warung atau toko bahan makanan.
5. Proyek ini memungkinkan peningkatan pendapatan asli daerah di
peroleh melalui usaha-usaha terkait berupa pajak/retribusi.
6. Usaha ini tidak memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan
hidup. Adapun limbah produksi berupa asap sisa pembakaran masih
dalam batas kewajaran, karena volumenya tidak besar. Kemudian sisa
hasil produksi berupa kulit telor ada yang menampung untuk unsur
makanan ternak.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 24
7. Kesimpulan
1. Pengembangan usaha industri roti dan kue dengan skala usaha kecil
menengah memiliki prospek yang cukup baik, mengingat potensi pasar
yang sangat mendukung. Pengembangan industri roti baik secara
berkelompok yang tergabung dalam wadah koperasi maupun secara
individual masih sangat di mungkinkan
2. Prinsip kemitraan usaha antara pemasok bahan dan industri roti akan
meningkatkan jaminan atas kontinuitas pengadaan bahan baku.
Kemudian kemitraan antara industri roti dan agen, serta para
wiraniaga keliling diharapkan dapat memperlancar aktivitas penjualan
dan kelansungan operasional perusahaan. Selanjutnya konsep
kemitraan usaha di antara pihak terkait dalam industri roti ini akan
lebih meningkatkan kredibilitas di sisi perbankan.
3. Rencana pengembangan proyek untuk memperluas pasar sangat
mungkin mengingat produk dari pesaing usaha ini masih sangat kecil
jumlahnya dan belum mampu memenuhi permintaan pasar.
4. Produk standar dengan harga jual yang relatif murah di perkirakan
dapat di jangkau oleh konsumen golongan bawah hingga atas,
sehingga target produksi yang didasarkan rencana penjualan di
harapkan dapat dicapai.
5. Dari aspek produksi, tidak ditemukan masalah serius, mengingat
dalam pengadaan bahan selalu lancar dan kegiatan produksi juga
dapat dikuasai dengan baik. Selanjutnya berdasarkan alternatif
pengembangan proyek, maka disusun 2 model , yakni:
Model 1 : Industri kecil roti
Model 2 : Industri kecil roti ditambah distribusinya
6. Ditinjau secara konservatif kebutuhan investasi dan modal kerja untuk
pengembangan adalah layak untuk di teruskan.
7. Setelah diinvetasikan, kebutuhan kredit bagi setiap model berbeda,
namun seluruhnya berupa kredit investasi, dengan rincian sebagai
berikut :
Model 1 : Rp. 92.0 juta (Kredit Investasi )
Model 2 : Rp. 100,0 juta (Kredit Investasi )
8. Dengan melakukan analisa kelayakan keuangan yang lazim di
gunakan, maka setiap model menunjukkan tingkat rentabilitas yang
tinggi, dan kredit dapat dilunasi hingga 5 tahun (Model Industri),
Analisa sensitivitas kelayakan usaha di kaji sehingga di peroleh harga
jual atau omset penjualan minimum untuk mencapai suku bunga
pasar.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 25
9. Dampak sosial ekonomi dari proyek ini adalah positif. Dapat
meningkatkan pendapatan industriwan dan pedagang, serta
menciptakan lapangan kerja langsung. Sementara pada lingkungan
tidak menimbulkan dampak negatif, mengingat limbah dari proses
produksi masih bisa di manfaatkan sebagai bahan baku makanan
ternak.
10. Dengan melihat berbagai aspek serta kemudahan dalam pelaksanaan
operasi usaha, proyek ini layak untuk diteruskan, diharapkan
bantuan kredit dari perbankan atau pihak lain dapat meningkatkan
usaha ini.
Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 26
LAMPIRAN